TUJUAN LAKU TIRAKAT
Tujuan laku dan bentuk hajat / keinginan yang ingin terkabul juga
sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban
sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya disesuaikan dengan
kadar berat / ringannya suatu hajat / keinginan yang ingin terkabul.
Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya
juga seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya
jangka panjang, maka lakunya juga harus dilakukan secara rutin dalam
jangka panjang (setiap bulan), bukan hanya sekali atau 2 kali saja.
Misalnya :
- Yang kadarnya ringan, untuk kemudahan jalan hidup atau keperluan
rutin sehari-hari, cukup secara rutin
melakukan puasa mutih saja, atau puasa senin - kamis saja, atau
puasa berpantang makanan tertentu saja,
atau puasa weton 1 hari, atau mandi kembang saja.
- Untuk keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan dan perbaikan
posisi / derajat, cukup secara rutin
melakukan puasa weton 1 hari.
- Untuk keinginan khusus yang tidak terjadi setiap hari, misalnya
lulus ujian pendidikan, terpilih diterima bekerja
atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan,
biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari
(hari apa saja) atau puasa weton 3 hari.
- Untuk keinginan khusus yang berat untuk dicapai (relatif bagi
setiap orang) dan waktu pencapaiannya agak
panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur,
bisa cukup menabung untuk memiliki rumah
sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa
mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya
lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual
penutup atau tumpengan selametan setelah
semua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai
nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa-nya Gajah Mada).
Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu muluk-muluk, sederhana saja,
doa yang tulus kepada Tuhan, tetapi intinya kita harus menegaskan apa
niat dan keinginan yang ingin dicapai, untuk mengarahkan kegaibannya
supaya fokus pada tujuan.
Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat sendiri-sendiri
yang bisa dirasakan, yang membuat para pelakunya tetap menjalankannya,
tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh masing-masing pelakunya tidak
selalu sama, dan juga tidak bisa dipastikan bahwa semua hajat /
keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan suatu bentuk laku
prihatin, puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa semua bentuk laku
adalah dilakukan orang sesuai keyakinannya sendiri, sebagai tambahan
dari usaha dan tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian
tujuannya itu.
Semua bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan
pada kebutuhan, bukan untuk sekedar menjajal suatu bentuk laku, atau
menyandarkan harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya
melakukan suatu bentuk laku prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku
kebatinan / prihatin dianggap ampuh sebagai jalan pintas untuk
terkabulnya suatu keinginan.
Dalam melaksanakan laku-laku tersebut juga tidak diperlukan doa-doa
atau amalan khusus dalam melakukannya. Yang diperlukan hanya doa dari
niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus agar
keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada
tujuan.
Pada jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan rutinitas dan
kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan ditinggalkan
hanya karena sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan puasa,
laku prihatin dan tirakat sambil menyepi atau tapa seperti orang jaman
dulu, hanya perlu menghindar dari perilaku dan suasana
bersenang-senang dan diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui bahwa
sugesti kebatinan dalam kondisi berprihatin akan jauh lebih kuat
dibandingkan pada hari-hari lain saat tidak sedang berprihatin. Karena
itu dalam melakukan laku berprihatin itu akan lebih baik jika
dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat
keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang
membuat kita lupa bahwa kita sedang mempunyai hajat.
Laku puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa tersebut
akan berbeda dengan laku yang dilakukan oleh orang-orang yang
menjalankan laku tertentu dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan
atau yang sedang mempelajari suatu bentuk keilmuan gaib / khodam.
sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban
sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya disesuaikan dengan
kadar berat / ringannya suatu hajat / keinginan yang ingin terkabul.
Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya
juga seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya
jangka panjang, maka lakunya juga harus dilakukan secara rutin dalam
jangka panjang (setiap bulan), bukan hanya sekali atau 2 kali saja.
Misalnya :
- Yang kadarnya ringan, untuk kemudahan jalan hidup atau keperluan
rutin sehari-hari, cukup secara rutin
melakukan puasa mutih saja, atau puasa senin - kamis saja, atau
puasa berpantang makanan tertentu saja,
atau puasa weton 1 hari, atau mandi kembang saja.
- Untuk keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan dan perbaikan
posisi / derajat, cukup secara rutin
melakukan puasa weton 1 hari.
- Untuk keinginan khusus yang tidak terjadi setiap hari, misalnya
lulus ujian pendidikan, terpilih diterima bekerja
atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan,
biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari
(hari apa saja) atau puasa weton 3 hari.
- Untuk keinginan khusus yang berat untuk dicapai (relatif bagi
setiap orang) dan waktu pencapaiannya agak
panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur,
bisa cukup menabung untuk memiliki rumah
sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa
mempunyai pabrik / perusahaan sendiri,
ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya
lakunya puasa weton ngebleng 3 hari
selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual
penutup atau tumpengan selametan setelah
semua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai
nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun
Amuktia Palapa-nya Gajah Mada).
Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu muluk-muluk, sederhana saja,
doa yang tulus kepada Tuhan, tetapi intinya kita harus menegaskan apa
niat dan keinginan yang ingin dicapai, untuk mengarahkan kegaibannya
supaya fokus pada tujuan.
Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat sendiri-sendiri
yang bisa dirasakan, yang membuat para pelakunya tetap menjalankannya,
tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh masing-masing pelakunya tidak
selalu sama, dan juga tidak bisa dipastikan bahwa semua hajat /
keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan suatu bentuk laku
prihatin, puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa semua bentuk laku
adalah dilakukan orang sesuai keyakinannya sendiri, sebagai tambahan
dari usaha dan tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian
tujuannya itu.
Semua bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan
pada kebutuhan, bukan untuk sekedar menjajal suatu bentuk laku, atau
menyandarkan harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya
melakukan suatu bentuk laku prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku
kebatinan / prihatin dianggap ampuh sebagai jalan pintas untuk
terkabulnya suatu keinginan.
Dalam melaksanakan laku-laku tersebut juga tidak diperlukan doa-doa
atau amalan khusus dalam melakukannya. Yang diperlukan hanya doa dari
niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus agar
keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada
tujuan.
Pada jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan rutinitas dan
kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan ditinggalkan
hanya karena sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan puasa,
laku prihatin dan tirakat sambil menyepi atau tapa seperti orang jaman
dulu, hanya perlu menghindar dari perilaku dan suasana
bersenang-senang dan diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui bahwa
sugesti kebatinan dalam kondisi berprihatin akan jauh lebih kuat
dibandingkan pada hari-hari lain saat tidak sedang berprihatin. Karena
itu dalam melakukan laku berprihatin itu akan lebih baik jika
dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat
keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang
membuat kita lupa bahwa kita sedang mempunyai hajat.
Laku puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa tersebut
akan berbeda dengan laku yang dilakukan oleh orang-orang yang
menjalankan laku tertentu dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan
atau yang sedang mempelajari suatu bentuk keilmuan gaib / khodam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar